Sengketa Lahan di Pelalawan: PT Teluk Pelalawan Raya Terjebak dalam Konflik Lahan

PELALAWAN, RIAU – Konflik lahan seluas 105 hektar di Kelurahan Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, mulai terkuak ke permukaan. Konflik ini bermula dari pelelangan lahan yang dilakukan oleh panitia Kelurahan Pelalawan pada 26 Desember 2023. Pelelangan tersebut dimenangkan oleh PT Teluk Pelalawan Raya, sebuah perusahaan milik salah seorang warga asli Pelalawan. Kontrak yang disepakati bernilai Rp 36.555.000,00 per bulan selama lima tahun (2024-2029).

Kerjasama pengelolaan lahan tersebut disahkan di hadapan notaris Dio Aulia Sandy, S.H., M.Kn., dengan pihak PT Teluk Pelalawan Raya dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sebagai perwakilan masyarakat Kelurahan Pelalawan sekaligus penanggung jawab lahan.

Namun, setelah dua hingga tiga bulan berjalan, PT Teluk Pelalawan Raya menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pengelolaan lahan tersebut. Perusahaan mengalami kesulitan dalam penjualan buah dari lahan yang dikontrak, meskipun sebelumnya sudah ada kerjasama yang ditandatangani antara Koperasi Sinar Pelalawan dan PT Adei Plantation & Industry sejak 2018. Kesepakatan tersebut diatur dalam Nomor Perjanjian Kemitraan Pengelolaan Berkelanjutan Industri Pengolahan Kelapa Sawit Nomor 02/ADEI/VIII/KOP-SP.

Pihak LPM Kelurahan Pelalawan tidak merasa bertanggung jawab atas penjualan buah sawit dari lahan yang dikontrak. Seharusnya, PT Teluk Pelalawan Raya hanya bertugas mengelola lahan, bukan menyelesaikan sengketa lahan. Sebelum kerjasama dilakukan, PT Teluk Pelalawan Raya sudah berulangkali menyurati pejabat yang berwenang untuk menuntaskan persoalan lahan, termasuk masalah DO buah sawit dengan Koperasi Sinar Pelalawan. Meski begitu, tidak ada langkah penyelesaian yang diambil oleh pihak berwenang.

Seiring berjalannya waktu, terungkap bahwa ada ikatan kerjasama buah di lahan yang dikontrak oleh PT Teluk Pelalawan Raya dengan Koperasi Sinar Pelalawan. Ketidakjelasan ini diduga karena LPM melelang lahan yang bersengketa dan tidak menyelesaikan tanggung jawabnya. Akibatnya, PT Teluk Pelalawan Raya mengalami kerugian besar. Tidak hanya kerugian materiil, tetapi juga reputasi perusahaan yang tercemar.

Lebih lanjut, ditemukan dugaan manipulasi data lahan oleh oknum Koperasi Sinar Pelalawan yang menggunakan data lahan yang sudah dikuasai oleh PT Teluk Pelalawan Raya untuk menjual buah dari lahan lain. Selain itu, Koperasi Sinar Pelalawan juga meminta management fee sebesar 5 persen dari setiap transaksi. Sebelumnya, management fee ini tidak pernah diterapkan dan lahan seluas 105 hektar ini sudah lama digunakan sebagai bahan bisnis oleh pengurus Koperasi Sinar Pelalawan tanpa fee 5 persen dan tanpa diketahui oleh masyarakat umum.

Lurah Pelalawan, Musa SE, mengakui bahwa Koperasi Sinar Pelalawan awalnya dibentuk sebagai wadah untuk kepentingan masyarakat umum terhadap lahan 105 hektar tersebut. Namun, sekarang koperasi tersebut disalahgunakan untuk kepentingan sekelompok orang yang berbuat sesuka hati.

PT Teluk Pelalawan Raya merasa dirugikan oleh ketidaktransparanan status lahan yang dikontrak. Kerugian perusahaan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Hingga kini, PT Teluk Pelalawan Raya mengklaim telah mengalami kerugian materiil sebesar Rp 500 juta dan kerugian reputasi sebesar Rp 500 juta.

PT Teluk Pelalawan Raya mendesak agar status lahan 105 hektar ini segera diselesaikan dan tidak ada lagi pihak yang menjual nama lahan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Jika tidak ada penyelesaian, PT Teluk Pelalawan Raya akan menempuh jalur hukum sebagai solusi terakhir terhadap LPM sebagai pemberi kontrak kerja.

Konflik lahan ini tidak hanya merugikan PT Teluk Pelalawan Raya, tetapi juga mencoreng nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap LPM dan Koperasi Sinar Pelalawan. Oleh karena itu, diharapkan ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah ini demi kebaikan semua pihak.***