Ketum SPBI, Bicara Paradoks Indonesia Dan Solusinya Dalam Pengelolaan SDA

Jakarta – Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI), Dr. Iswadi, M.Pd, mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), seperti hutan yang luas, lautan dengan keanekaragaman hayati, serta mineral yang melimpah. Namun, di balik kekayaan ini terdapat paradoks yang mencolok: meskipun SDA melimpah, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan. Potensi SDA sering kali belum dimanfaatkan secara optimal, atau justru dieksploitasi secara berlebihan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Iswadi kepada wartawan pada Rabu, 16 Oktober 2024. Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta ini menyoroti beberapa aspek penting yang harus diperhatikan untuk mengatasi paradoks SDA di Indonesia.

Eksploitasi Berlebihan Tanpa Keberlanjutan
Dr. Iswadi menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor utama minyak sawit, batu bara, dan hasil tambang lainnya. Namun, eksploitasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius, seperti deforestasi, pencemaran air, dan hilangnya habitat satwa liar. Hutan hujan tropis yang seharusnya menjadi “paru-paru dunia” terus berkurang setiap tahunnya akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan pertambangan. Eksploitasi berlebihan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak pada masyarakat lokal yang bergantung pada hutan untuk penghidupan mereka.

*Ketimpangan Ekonomi*
Di satu sisi, SDA yang melimpah seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, kenyataannya, masih banyak daerah yang mengalami kemiskinan meskipun kaya akan SDA. Dr. Iswadi menyebutkan bahwa hasil dari SDA sering kali lebih banyak dinikmati oleh perusahaan besar, baik lokal maupun asing, ketimbang oleh masyarakat setempat. Akibatnya, ketimpangan ekonomi antara daerah kaya SDA dan daerah lainnya semakin melebar, dan keuntungan yang dihasilkan tidak selalu kembali ke masyarakat lokal.

*Ketergantungan Ekspor dan Fluktuasi Harga Global*
Menurut Dr. Iswadi, Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor SDA seperti batu bara dan minyak sawit. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Ketika harga turun, perekonomian nasional dapat terkena dampak yang signifikan, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada sektor pertambangan dan perkebunan. Selain itu, ketergantungan pada ekspor menghambat upaya diversifikasi ekonomi yang lebih berkelanjutan.

*Solusi untuk Mengatasi Paradoks SDA*
Dr. Iswadi juga memberikan beberapa solusi untuk mengatasi paradoks SDA di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menerapkan prinsip pengelolaan SDA berkelanjutan. “Pengelolaan SDA harus berfokus pada keberlanjutan agar generasi mendatang dapat terus menikmati manfaatnya,” ujar Dr. Iswadi. Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu memperketat regulasi terkait eksploitasi SDA dengan memberlakukan standar lingkungan yang ketat dan menerapkan sanksi bagi pelanggar. Selain itu, perusahaan yang bergerak di sektor SDA harus diwajibkan melakukan restorasi lingkungan setelah proses ekstraksi selesai, serta mendorong program reboisasi dan penghijauan sebagai bagian dari upaya pelestarian lingkungan.

*Memperkuat Peran Masyarakat Lokal*
Selain itu, Dr. Iswadi menekankan pentingnya memperkuat peran masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA. “Masyarakat lokal seharusnya diberdayakan dan dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan SDA,” tegasnya. Hal ini bisa dilakukan melalui pemberian hak kelola kepada masyarakat adat, pelatihan teknologi ramah lingkungan, serta akses pembiayaan yang memadai untuk pengelolaan SDA. Dengan begitu, masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga berperan penting dalam menjaga dan memanfaatkan SDA secara bijak.