Kades Kuala Panduk Dilaporkan Ke Bawaslu, Terkait Salah Gunakan Wewenang
Pelalawan – Seorang warga, Satriawan, didampingi kuasa hukumnya, Yafanus Bu’ulolo, SH, melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pelalawan. Laporan ini mencuat setelah ditemukannya baliho bakal calon Bupati dan Wakil Bupati di lokasi upacara kenegaraan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2024.
Laporan yang diajukan oleh Satriawan menyebutkan bahwa pemasangan baliho politik di lokasi upacara kenegaraan tidak hanya melanggar etika, tetapi juga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keberadaan baliho tersebut diduga kuat merupakan bentuk kampanye terselubung yang dilakukan oleh Kepala Desa Kuala Panduk, Tom Jon.
Nama Terlapor : Tom Jon
– Jabatan: Kepala Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau
Pelanggaran Hukum:
Dalam laporannya, Satriawan menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Pasal 280 ayat (2), (3), dan (4) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal-pasal ini secara tegas melarang kepala desa dan perangkat desa terlibat dalam kegiatan kampanye pemilu.
– Pasal 280 ayat (2)melarang pelaksana kampanye untuk melibatkan kepala desa, perangkat desa, dan aparatur sipil negara dalam kegiatan kampanye.
– Pasal 280 ayat (3)mengatur bahwa individu yang disebutkan pada ayat (2) tidak boleh terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye.
– Pasal 280 ayat (4) menetapkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakan tindak pidana pemilu yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Ancaman Sanksi:
Berdasarkan Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017, setiap kepala desa yang melanggar ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan hingga satu tahun dan denda maksimal Rp 12.000.000.
Lokasi Kejadian:
Lapangan bola Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Dalam laporannya, Satriawan menegaskan pentingnya tindakan tegas dari pihak berwenang agar acara kenegaraan tidak tercemar oleh kepentingan politik. “Kami tidak ingin acara yang sakral seperti upacara kenegaraan diwarnai oleh unsur-unsur politik. Ini akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di masyarakat jika dibiarkan,” ujar Satriawan.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi perhatian serius bagi Bawaslu dan pihak berwenang lainnya untuk menjaga netralitas dalam pelaksanaan acara kenegaraan serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang di masa mendatang.*** Ril